Thursday, May 31, 2007

Perkawinan Sebagai Pendorong atau Penghalang dalam Kehidupan Keagamaan

Perkawinan memainkan peran yang besar dalam kehidupan manusia, sehingga ia perlu diperhitungkan dalam membahas soal kehidupan keagamaan dan dibicarakan dalam dua aspeknya, yaitu keuntungan dan kerugiannya.


Mengetahui bahwa Allah, sebagaimana kata al-Qur'an, "Hanya menciptakan manusia dan jin untuk beribadah," maka keuntungan yang pertama dan nyata dalam perkawinan adalah bahwa para penyembah Allah menjadi makin banyak jumlahnya. Oleh karena itu, para ahli ilmu kalam telah menyusun seuntai pepatah: lebih baik tersibukkan dalam tugas-tugas perkawinan daripada dalam ibadah-ibadah sunnah. Keuntungan lain daripada perkawinan adalah sebagaimana disabdakan oleh Nabi: "Doa anak-anak bermanfaat bagi orang tuanya jika orang tuanya itu telah meninggal, dan anak-anak yang meninggal sebelum orang tuanya akan memintakan ampun bagi mereka di Hari Pengadilan." Sabda Nabi pula: "Ketika seorang anak diperintahkan untuk masuk surga, dia menangis dan berkata, "Saya tak akan memasukinya tanpa ayah dan ibu saya." Juga, suatu hari Nabi dengan keras menarik lengan baki seseorang ke arah dirinya sambil bersabda, "Demikianlah anak-anak akan menarik orang tuanya ke surga." Beliau menambahkan, "Anak-anak berkumpul berdesak-desakan di pintu gerbang surga dan menjerit memanggil ayah dan ibunya, hingga keduanya yang masih berada di luar diperintahkan untuk masuk dan bergabung dengan anak-anak mereka."


Diriwayatkan dari seorang Wali yang termasyhur bahwa suatu kali ia bermimpi bahwa Hari Pengadilan telah tiba. Matahari telah mendekat ke bumi dan orang-orang mati karena kehausan. Sekelompok anak-anak berjalan kian kemari memberi mereka air dari cawan-cawan emas dan perak. Tetapi ketika sang Wali meminta air, ia ditolak, dan salah seorang anak itu berkata kepadanya, "Tidak salah seorang pun di antara kami ini anak-anak anda." Segera setelah sang Wali bangun ia berencana untuk kawin.


Keuntungan lain dari perkawinan adalah bahwa duduk bersama dan bersikap baik terhadap istri adalah suatu perbuatan yang memberikan rasa santai kepada pikiran setelah asyik mengerjakan tugas-tugas keagamaan. Dan setelah santai seperti itu seseorang bisa kembali beribadah dengan semangat baru. Demikianlah Nabi saw. sendiri, ketika merasakan beban turunnya wahyu menekan terlalu berat atasnya, ia menyentuh istrinya Aisyah dan berkata: "Berbicaralah padaku wahai 'Aisyah, berbicaralah padaku!" Dilakukannya hal ini karena dari sentuhan kemanusiaan yang hangat itu bisa mendapatkan kekuatan untuk menerima wahyu-wahyu baru. Untuk alasan yang sama ia biasa meminta Bilal untuk mengumandangkan azan dan kadang-kadang ia juga membaui wawangian yang harum. Salah satu haditsnya yang terkenal adalah: "Saya mencintai tiga hal di dunia ini: wewangian, wanita dan penyegaran kembali dengan shalat." Suatu kali Umar bertanya kepada Nabi tentang hal-hal yang paling penting untuk dicari di dunia ini. Beliau saw. menjawab: "Lidah yang selalu berzikir kepada Allah, hati yang penuh rasa syukur dan istri yang amanat."


Keuntungan lain dari perkawinan adalah adanya seseorang yang memelihara rumah, memasak makanan, mencuci piring, menyapu lantai dan sebagainya. Jika seoran glaki-laki sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan itu, maka ia tak bisa mencari ilmu, menjalankan perdagangannya atau melakukan ibadah-ibadahnya dengan sepatutnya. Untuk alasan ini Abu Sulaiman berkata: "Istri yang baik bukan saja rahmat di dunia ini, tetapi juga di akhirat, karena ia memberikan waktu senggang kepada suaminya untuk berpikir tentang akhirat." Dan salah satu di antara ucapan Khalifah Umar adalah: "Setelah iman, tidak ada rahmat yang bisa menyamai istri yang baik."


Tambahan lagi, perkawinan masih memiliki keuntungan yang lain, yaitu bersikap sabar dengan tetek-bengek kewanitaan - memberikan kebutuhan-kebutuhan istri dan menjaga mereka agar tetap berada di jalan hukum - adalah suatu bagian yang amat penting dari agama. Nabi saw. bersabda; "Memberi nafkah kepada istri lebih penting daripada memberi sedekah."


Suatu kali, ketika Ibnu Mubarak sedang berpidato di hadapan orang-orang kafir, salah seorang sahabatnya bertanya kepadanya: "Adakah pekerjaan lain yang lebih memberikan ganjaran daripada jihad?" "Ya," jawabnya, "Yaitu memberi makan dan pakaian kepada istri dan anak dengan sepatutnya." Waliyullah yang termasyhur Bisyr Hafi berkata: "Lebih baik bagi seseorang untuk bekerja bagi istri dan anak daripada bagi dirinya sendiri." Di dalam hadits diriwayatkan bahwa beberapa dosa hanya bisa ditebus dengan menanggung beban keluarga.


Berkenaan dengan seorang wali, diriwayatkan bahwa istrinya meninggal dan ia tak bermaksud kawin lagi meski orang-orang mendesaknya seraya berkata bahwa dengan begitu akan lebih mudah baginya untuk memusatkan diri dan pikirannya di dalam uzlah. Pada suatu malam ia melihat dalam mimpinya pintu surga terbuka dan sejumlah malaikat turun, lalu mendekatinya dan salah satu di antara mereka bertanya: "Inikah orang yang celaka yang egois itu?" dan rekan-rekannya menjawab: "Ya, inilah dia." Wali itu sedemikian terperangahnya sehingga tidak sempat bertanya tentang siapakah yang mereka maksud. Tetapi tiba-tiba seorang anak laki-laki lewat dan ia pun bertanya kepadanya. "Andalah yang sedang mereka bicarakan," jawab sang anak, "baru minggu yang lalu perbuatan-perbuatan baik anda dicatat di surga bersama dengan wali-wali yang lain, tetapi sekarang mereka telah menghapuskan nama anda dari buku catatan itu." Setelah terjaga dengan pikiran penuh tanda tanya, dia pun segera membuat rencana untuk kawin. Dari semua hal di atas, tampak bahwa perkawinan memang diinginkan.
Sekarang akan kita bicarakan kerugian-kerugian perkawinan. Salah satu di antaranya adalah adanya suatu bahaya, khususnya di masa sekarang ini, bahwa seorang laki-laki mesti mencari nafkah dengan sarana-sarana yang haram untuk menghidupi keluarganya, padahal tidak ada perbuatan-perbuatan baik yang bisa menebus dosa ini. Nabi saw. bersabda bahwa pada Hari Kebangkitan akan ada laki-laki yang membawa tumpukan perbuatan baik setinggi gunung dan menempatkannya di dekat Mizan. Kemudian ia ditanya; "Dengan cara bagaimana engkau menghidupi keluargamu?" Ia tak bisa memberikan jawaban yang memuaskan, maka semua perbuatan baiknya pun akan dihapuskan dan suatu pernyataan akan dikeluarkan berkenaan dengannya: "Inilah orang yang keluarganya telah menelan semua perbuatan baiknya!"


Kerugian lain dari perkawinan adalah bahwa memperlakukan keluarga dengan baik dan sabar dan menyelesaikan masalah-masalah mereka hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tabiat baik. Ada bahaya besar jika seorang laki-laki memperlakukan keluarganya dengan kasar atau mengabaikan mereka, sehingga menimbulkan dosa bagi dirinya sendiri. Nabi saw. bersabda: "Seseorang yang meninggalkan istri dan anak-anaknya adalah seperti budak yang lari. Sebelum ia kembali kepada mereka, puasa dan shalatnya tidak akan diterima oleh Allah." Ringkasnya, manusia memiliki sifat-sifat rendah, dan sebelum ia bisa mengendalikan sifatnya itu, lebih baik ia tidak memikul tanggungjawab utnuk mengendalikan orang lain. Seseorang bertanya kepada Wali Bisyr Hafi, kenapa ia tidak kawin. "Saya takut," ia menjawab, "akan ayat al-Qur'an: 'hak-hak wanita atas laki-laki persis sama dengan hak-hak laki-laki atas wanita'."


Kerugian ketiga dari perkawinan adalah bahwa mengurus sebuah keluarga seringkali menghalangi seseorang dari memusatkan perhatiannya kepada Allah dan akhirat. Dan boleh jadi, kecuali kalau ia berhati-hati, hal itu akan menyeretnya kepada kehancuran, karena Allah telah berfirman: "Janganlah istri-istri dan anak-anakmu memalingkanmu dari mengingat Allah." Orang yang berpikir, bahwa dengan tidak kawin ia bisa memusatkan perhatiannya lebih baik pada kewajiban-kewajiban keagamaannya, lebih baik ia tetap sendirian; dan orang-orang yang takut untuk terjatuh ke dalam dosa jika ia tidak kawin, lebih baik ia kawin.


Sekarang kita sampai pada sifat-sifat yang mesti dicari dalam diri seorang istri. Pertama, yang paling penting di antaranya, adalah kesucian akhlak. Jika seseorang mempunyai istri yang berakhlak tidak-baik dan ia tetap diam, ia mendapatkan nama jelek dan terhambat kehidupan keagamaannya. Jika ia angkat bicara, hidupnya menjadi rusak. Dan bila ia ceraikan istrinya, ia akan menderita kepedihan perpisahan. Seorang istri yang cantik tapi berakhlak buruk adalah bencana yang sedemikian besar, sehingga lebih baik bagi suaminya untuk menceraikannya. Nabi saw. bersabda; "Orang yang mencari istri demi kecantikannya atau kekayaannya akan kehilangan keduanya."


Sifat baik kedua dalam diri seorang istri adalah tabiat yang baik. Istri yang bertabiat buruk - tidak berterima kasih, suka bergunjing atau angkuh - membuat hidup tak tertanggungkan dan merupakan halangan besar untuk menjalin kehidupan takwa.
Sifat ketiga yang harus dicari adalah kecantikan, karena hal ini akan menimbulkan cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu, seseorang mesti melihat seorang wanita sebelum mengawininya. Nabi saw. bersabda; "Wanita-wanita dari suku ini dan itu memiliki cacat di mata-mata mereka. Seorang yang ingin mengawini seseorang di antara mereka mesti melihatnya dulu." Orang bijak berkata bahwa seseorang yang mengawini seorang wanita tanpa melihatnya lebih dulu, pasti akan menyesal kelak. Memang benar bahwa seseorang tidak seharusnya kawin demi kecantikan, tetapi hal ini tidak berarti bahwa kecantikan mseti dianggap tidak penting sama sekali.


Hal penting keempat tentang seorang istri adalah bahwa besarnya mahar dibayarkan oleh seorang laki-laki kepada istrinya mesti dalam jumlah pertengahan. Nabi saw. bersabda: "Wanita yang paling baik untuk diperistri adalah yang maharnya kecil dan nilai kecantikannya besar." Beliau sendiri memberi mahar kepada beberapa calon istrinya sekitar sepuluh dirham, dan mahar putri-putri beliau sendiri tidak lebih daripada empat ratus dirham.


Sifat-sifat lain yang harus dimiliki seorang istri yang baik adalah: berasal dari keturunan baik-baik, belum kawin sebelumnya dan tidak terlalu dekat dalam hubungan kekeluargaan dengan suaminya.



Hal-hal yang Harus Dikerjakan dalam Perkawinan

Pertama; karena perkawinan adalah suatu lembaga keagamaan, maka ia mesti diperlakukan secara keagamaan. Jika tidak demikian, pertemuan antara laki-laki dan wanita itu tidak lebih baik daripada pertemuan antar hewan. Syariat memerintahkan agar diselenggarakan perjamuan dalam setiap perkawinan. Ketika Abdurrahman bin 'Auf merayakan perkawinannya Nabi saw. berkata kepadanya: "Buatlah suatu pesta perkawinan, meskipun hanya dengan seekor kambing." Ketika Nabi saw. sendiri merayakan perkawinannya dengan Shafiyyah, beliau membuat pesta perkawinan dan menghidangkan kurma dan gandum saja. Demikian pula, perkawinan sebaiknya dimeriahkan dengan memukul rebana dan memainkan musik, karena manusia adalah mahkota penciptaan.

Kedua; seorang suami istri mesti terus bersikap baik terhadap istrinya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tidak boleh menyakitinya, melainkan sebaiknya menanggung dengan sabar semua perasaan tidak enak yang diakibatkan oleh istrinya, baik itu karena ketidak-masukakalan sikap istrinya atau sikap tidak-berterimakasihnya. Wanita diciptakan lemah dan membutuhkan perlindungan; karenanya ia mesti diperlakukan dengan sabar dan terus dilindungi. Nabi saw. bersabda: "Seseorang yang mampu menanggung ketidakenakan yang ditimbulkan oleh istrinya dengan penuh kesabaran akan memperoleh pahala sebesar yang diterima oleh Ayub a.s. atas kesabarannya menanggung bala (ujian) yang menimpanya." Pada saat-saat sebelum wafatnya, orang mendengar pula Nabi saw. bersabda: "Teruslah berdoa dan perlakukan istri-istrimu dengan baik, karena mereka adalah tawanan-tawananmu." Beliau sendiri selalu menanggung dengan sabar tingkah laku istri-istrinya. Suatu hari istri Umar marah dan mengomelinya, ia berkata kepadanya: "Hai kau yang berlidah tajam, berani kau menjawabku?" Istrinya menjawab, "Ya, penghulu para nabi lebih baik daripadamu, sedangkan istri-istrinya saja mendebatnya." Ia menjawab: "Celakalah Hafshah (Purti Sayidina Umar, istri Nabi saw.) jika ia tidak merendahkan dirinya sendiri." Dan ketika ia berjumpa Hafshah, ia berkata, "Awas, kau jangan mendebat Rasul." Nabi saw. juga berkata: "Yang terbaik di antaramu adalah yang terbaik sikapnya kepada keluarganya sendiri, dan akulah yang terbaik sikapnya terhadap keluargaku."

Ketiga; seorang suami istri mesti berkenan terhadap rekreasi-rekreasi dan kesenangan-kesenangan istrinya dan tidak mencoba menghalanginya. Nabi saw. sendiri pada suatu waktu pernah berlomba lari dengan istrinya, 'Aisyah. Pada kali pertama Nabi saw. mengalahkan 'Aisyah dan pada kali kedua, 'Aisyah mengalahkannya. Di waktu lain, beliau menggendong 'Aisyah agar ia bisa melihat beberapa orang Habsy menari. Pada kenyataannya akan sulitlah untuk menemukan seseorang yang bersikap sedemikian baik terhadap istri-istrinya seperti yang dilakukan Nabi saw. Orang-orang bijak berkata: "Seorang suami mesti pulang dengan tersenyum dan makan apa saja yang tersedia dan tidak meminta apa-apa yang tidak tersedia." Meskipun demikian, ia tidak boleh berlebihan agar istrinya tidak kehilangan penghargaan atasnya. Jika ia melihat sesuatu yang nyata-nyata salah dilakukan oleh istrinya, ia tidak boleh mengabaikannya, melainkan harus menegurnya. Atau jika tidak, ia akan menjadi sekadar bahan tertawaan saja. Dalam al-Qur'an tertulis: "Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita," dan Nabi saw. berkata: "Celakalah laki-laki yang menjadi budak istrinya." Seharusnya istrinyalah yang menjadi pelayannya. Orang-orang bijak berkata; "Berkonsultasilah dengan wanita dan berbuatlah yang bertentangan dengan apa yang mereka nasehatkan." Memang ada suatu sikap suka melawan dalam diri wanita; dan jika mereka diizinkan meskipun sedikit, mereka akan sama sekali lepas dari kendali dan sulitlah untuk mengembalikannya kepada sikap yang baik. Dalam urusan dengan mereka, seseorang mesti berusaha menggunakan gabungan antara ketegasan dan rasa kasih sayang dengan kasih sayang sebagai bagian yang lebih besar. Nabi saw. berkata: "Wanita diciptakan seperti sepotong tulang iga yang bengkok. Jika kaucoba meluruskannya, kau akan mematahkannya; jika kau biarkan demikian, ia akan tetap bengkok. Karena itu perlakukanlah ia dengan penuh kasih sayang."

Keempat; dalam hal pelanggaran susila, seorang suami harus sangat berhati-hati agar tidak membiarkan istrinya dipandang atau memandang seorang asing, karena awal dari seluruh kerusakan itu adalah dari mata. Sebisa-bisanya jangan izinkan ia untuk keluar rumah, berdiri di loteng rumah atau berdiri di pintu. Meskipun demikian, anda mesti hati-hati agar tidak cemburu tanpa alasan dan bersikap terlalu ketat. Suatu hari Nabi saw. bertanya kepada anaknya, Fathimah: "Apakah yang terbaik bagi wanita?" Ia menjawab: "Mereka tidak boleh menemui orang-orang asing, tidak pula orang-orang asing boleh menemui mereka." Nabi saw. senang mendengar jawaban ini dan memeluknya seraya berkata; "Sesungguhnya engkau adalah sebagian dari hatiku." Amirul Mu'minin Umar berkata: "Jangan memberi wanita pakaian-pakaian yang baik, karena segera setelah mereka mengenakannya mereka berkeinginan untuk keluar rumah." Pada masa hidup Nabi, wanita-wanita diizinkan pergi ke masjid dan tinggal di barisan paling belakang. Tapi secara bertahap hal ini dilarang.

Kelima; seorang suami mesti memberi nafkah secukupnya kepada istrinya dan tidak bersifat kikir kepadanya. Memberi nafkah yang selayaknya kepada istri lebih baik daripada memberi sedekah. Nabi saw. bersabda: "Misalkan seorang laki-laki menghabiskan satu dinar untuk berjihad, satu dinar lagi untuk menebus seorang buda, satu dinar lagi untuk sedekah dan memberikan satu dinar juga kepada istrinya, maka pahala pemberian yang terakhir ini melebihi jumlah pahala ketiga pemberian lainnya."

Keenam; seorang suami tidak boleh makan sesuatu yang lezat sendirian; atau kalaupun ia telah memakannya, ia mesti diam dan tidak memujinya di depan istrinya. Jika tidak ada tamu, lebih baik bagi pasangan suami istri untuk makan bersama, karena Nabi saw. bersabda: "Jika mereka melakukan hal itu, Allah menurunkan rahmatNya atas mereka dan para malaikat pun berdoa untuk mereka." Hal yang paling penting adalah bahwa nafkah yang diberikan kepada istri itu harus didapatkan dengan cara-cara halal.
Jika istri bersikap memberontak dan tidak taat, pertama sekali suami mesti menasehatinya dengan lemah lembut. Jika hal ini tidak cukup keduanya mesti tidur di kamar terpisah untuk tiga malam. Jika hal ini juga tidak berhasil, maka suami boleh memukulnya, tetapi tidak di mulutnya, tidak pula terlalu keras hingga bisa melukainya. Jika istri lalai dalam tugas-tugas keagamaannya, suami mesti menunjukkan sikap tidak senang kepadanya selama sebulan penuh, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi kepada istri-istrinya.
Selalulah bertindak hati-hati agar perceraian bisa dihindari; karena, meskipun perceraian diizinkan, Allah tidak menyukainya. Perkataan cerai saja sudah mengakibatkan penderitaan bagi seseorang wanita, dan bagaimana bisa dibenarkan seseorang menyakiti orang lain? Jika perceraian terpaksa sekali dilakukan, maka ucapan itu tidak boleh diulangi tiga kali sekaligus, tetapi harus pada tiga waktu yang berlainan. Seorang perempuan mesti dicerai baik-baik, tidak dengan kemarahan ataupun penghinaan, tidak pula tanpa alasan. Setelah perceraian, seorang laki-laki mesti memberikan pemberian (mut'ah) kepada bekas istrinya, dan tidak menceritakan kepada orang lain alasan-alasan atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan istrinya sehingga mereka bercerai. Dari seorang suami yang hendak menceraikan istrinya, diriwayatkan bahwa orang-orang bertanya kepadanya: "Mengapa engkau menceraikannya?" Ia menjawab: "Saya tak akan membongkar rahasia-rahasia istri saya." Ketika akhirnya ia benar-benar menceraikannya, ia ditanya lagi dan berkata; "Dia sekarang orang asing bagiku; saya tidak lagi berurusan dengan soal-soal pribadinya."


Sejauh ini telah kita bahas hak-hak istri atas suaminya, tetapi hak-hak suami atas istrinya lebih mengikat lagi. Nabi saw. bersabda: "Jika saja dibolehkan untuk menyembah sesuatu selain Allah, akan aku perintahkan agar para istri menyembah suami-suami mereka."
Seorang istri tidak boleh menggembar-gemborkan kecantikannya di depan suaminya, tidak boleh membalas kebaikan sang suami dengan perasaan tidak terima kasih. Istri tidak boleh berkata kepada suaminya: "Kenapa kauperlakukan aku begini dan begitu?" Nabi saw. bersabda: "Aku melihat ke dalam neraka dan menampak banyak wanita di sana. Kutanyakan sebab-sebabnya dan mendapat jawaban, karena mereka berlaku tidak baik kepada suami-suami mereka dan tidak berterima kasih kepadanya."

100 bidadari untuk si Miskin

Ketika seorang soleh yang telah beribadat selamat 40
tahun bermunajat, tiba-tiba timbul perasaan ingin
meminta pada Allah. Lalu dia pun berdoa;
"Ya Ilahi, tunjukkan padaku apa yang telah Engkau
sediakan untukku dari bidadari.:

Tidak disankga-sangka dinding mihrabnya terbelah dan
keluar dari situ seorang bidadari. Orang soleh begitu
tertegun dengan kecantikannya dan merasakan andainya
bidadari itu keluar ke dunia, pasti berlaku fitnah
yang besar kerana masing-masing akan dilanda kekaguman
dan khayalan.

Bidadari itu pun bersyair; "Engkau mengeluh pada
Tuhan, sedang Dia telah mengetahui keluhanmu, dan
Tuhan memberimu harapan dan kini telah memberikan
ujian. Dan mengutusku kepadamu untuk menjinakkan kamu,
dan aku berbisik padamu sepanjang malam andainya kamu
mendengar bisikan itu. Pasti akan lebih asyik."

Mendadak orang soleh itu bertanya; "Hai bidadari,
untuk siapakah kamu?"

"Untukmu."

"Berapa banyak isteriku yang seperti kamu ini?"

"100 dan tiap 100 bidadari mempunyai 100 pelayan dan
setiap pelayan mempunyai 100 penghias dan tiap
penghias mempunyai 100 kepada.?"

"Wahai bidadari, apakah ada orang yang diberi lebih
banyak daripadaku?"

"Hai miskin, pemberian yang diberikan kepadamu ini
adalah pemberian
untuk orang-orang yang banyak dosa lalu membaca
istighfar dan
diampunkan
oleh Allah. Kemudian membaca istighfar pada tiap
terbenam matahari dan
diampunkan oleh Allah."

Masya-Allah...

- Dari Kitab Irsyadul 'Ibad Ilasabilirrasyad

Di ambil dari sini

Wednesday, May 30, 2007

Kebohongan Ahmadiyah dan Islam Liberal

KISDI: Hentikan Kebohongan Ahmadiyah dan Islam Liberal


Dengan dukungan aliran Jaringan Islam Liberal
(JIL),
kelompok Ahmadiyah semakin gencar menebarkan
kebohongan ke tengah masyarakat. Yang terakhir ini,
(25 Juli 2006), Ketua Pemuda Ahmadiyah, Abdul Musawir
(AM), diwawancarai oleh website JIL. Berikut ini
bukti-bukti kebohongan Ketua Pemuda Ahmadiyah
tersebut, beserta jawaban KISDI:

AM: "Ahmadiyah adalah salah satu organisasi Islam yang
didirikan oleh Hadzrat Mirza Ghulam Ahmad. Beliau
mendakwakan diri sebagai Imam Mahdi dan Almasih yang
dijanjikan, sebagaimana yang pernah dinubuatkan Nabi
Muhammad sendiri. Tapi berkaitan dengan semuanya, kami
meyakini beliau (Ghulam Ahmad) adalah nabi tanpa
syariat. Itu yang kebanyakan disalahartikan orang.
Beliau sendiri pernah menyatakan: "Saya bisa menjadi
nabi, justru karena mengikuti sunnah-sunnah Nabi
Muhammad. Saya tidak akan pernah bisa mencapai tingkat
keruhanian seperti ini kalau tidak mengikuti beliau
(Nabi Muhammad)." Beliau juga pernah bersabda: "Saya
tidak ada artinya dibandingkan Rasulullah. Bahkan,
saya lebih rendah dari debu sepatu beliau." Artinya,
beliau begitu mengagungkan Rasulullah. Sebab kalau
kita lihat ketinggian ruhani Nabi Muhammad, cukup aneh
kalau beliau tidak dapat mengantarkan pengikutnya
untuk mencapai tingkat keruhanian yang sama."

Jawaban: Dengan meneliti "wahyu-wahyu" versi Ghulam
Ahmad, terbukti bahwa dia nabi palsu. Masalah ini
sudah berpuluh tahun diteliti dan dibuktikan oleh para
cendekiawan dan ulama Islam. Akan tetapi, untuk
meyakinkan dan menakut-nakuti orang yang tidak percaya
kepadanya, Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu-wahyu
yang mengutuk orang-orang yang mengingkarinya.
Misalnya, pengakuannya, : "Dan dari sejumlah
ilham-ilham itu, ada diantaranya yang didalamnya
sejumlah ulama yang menentangku dinamakan Yahudi dan
Nasrani." (Mirza Ghulam Ahmad, Hamamat al-Bushra, hal.
19). Dan katanya, "Maka barangsiapa yang tidak percaya
pada wahyu yang diterima Imam yang dijanjikan (Ghulam
Ahmad), maka sungguh ia telah sesat, sesesat-sesatnya,
dan ia akan mati dalam kematian jahiliyah, dan ia
mengutamakan keraguan atas keyakinan." (Mirza Ghulam
Ahmad, Mawahib al-Rahman, hal. 38). Ghulam Ahmad juga
mengaku, "dan termasuk diantara tanda-tanda (kebenaran
dakwahku) yang nampak dalam zaman ini ialah matinya
orang-orang yang menentangku dan menyakitiku serta
memusuhiku habis-habisan."

Jadi memang ada persamaan antara Ahmadiyah dengan
Islam, tetapi juga ada perbedaan yang fundamental.
Cendekiawan Muslim Pakistan, Dr. Moh. Iqbal pernah
ditanya oleh Jawaharlal Nehru mengapa kaum Muslimin
bersikap keras untuk memisahkan Ahmadiyah dari Islam?
Iqbal menjawab: "Ahmadiyah berkeinginan untuk
membentuk dari umat nabi Arabi (Muhammad saw) satu
ummat yang baru bagi nabi Hindi."

Pengakuan AM bahwa Ghulam Ahmad tidak ada artinya
dibandingkan Rasulullah saw, juga bertentangan dengan
ucapannya:
"Dalam wahyu ini Tuhan menyebutkanku
Rasul-Nya,karena
sebagaimana sudah dikemukakan dalam Brahin
Ahmadiyah, Tuhan Maha Kuasa telah membuatkan
manifestasi dari semua nabi, dan memberiku nama
mereka. Aku Adam, aku Seth, aku Nuh, aku Ibrahim, aku
Ishaq, aku Ismail, aku Ya'qub, aku Yusuf, aku Musa,
aku Daud, aku Isa, dan aku adalah penjelmaan sempurna
dari Nabi Muhammad saw, yakni aku adalah Muhammad dan
Ahmad sebagai refleksi (Haqiqatul Wahyi, h. 72).
(Majalah Sinar Islam (terbitan Ahmadiyah) edisi 1
Nopember 1985).

AM: Rukun Islam kami sama, lima. Rukun iman kami pun
sama, yakni enam, seperti yang dikatakan hadis, "An
tu'mina bilLâhi wa malâikatihî wa kutubihi..." dan
seterusnya. Alqur'an kami pun Qur'an yang 30 juz itu
juga, tidak lebih satu huruf pun dan tidak ditambah
satu apa pun. Salat kami pun juga 5 waktu. Kami juga
melakukan tahajud, puasa Ramadhan, dan ibadah lainnya.
Praktis, syariat kami tidak ada perbedaan. Kalau pun
ada bedanya, saya kira seperti perbedaan antara
mazhab-mazhab fikih Hanafi, Syafii, Maliki, dan
Hanbali.

Jawaban: Berbagai ucapan Mirza Ghulam Ahmad yang
dikutip sebelumnya menunjukkan, bahwa rukun iman
mereka bertambah, yakni wajib percaya kepada nabi
Mirza Ghulam Ahmad, dan sesatlah orang yang
mengingkarinya. Konsepsi kenabian menurut Ghulam Ahmad
juga berbeda dengan konsepsi Islam. Dalam Islam, tugas
utama para Nabi adalah menegakkan kalimah tauhid dan
menjauhi thaghut (QS 16:36). Tetapi, bagi Ghulam
Ahmad, tokoh-tokoh yang ajaran ketuhanannya
jelas-jelas bertentangan dengan Islam juga disebut
sebagai nabi. Krishna, yang dalam kepercayaan Hindu
disebut sebagai inkarnasi Dewa Wishnu, dikatakan oleh
Ghulam Ahmad sebagai nabi pilihan Tuhan (awatar).
Katanya, "He was the awatar of God i.e. His Prophet,
on whom descended the holy Ghost... he was the prophet
of that era." (Mirza Bashir Ahmad, Durr-i-Manthur,
hal. 40). Begitu juga Baba Nanak, tokoh agama di India
dan pendiri sekte Hindu Sikh, juga dikatakan oleh
Ghulam Ahmad sebagai nabi. Kata dia, "Baba Nanak was a
righteous man, a chosen one of God." (ibid, hal. 41).

AM (tentang Kitab kumpulan wahyu Mirza Ghulam Ahmad):
"Bukan, itu bukan Alqur'an. Itu bukan kitab suci kami.
Posisinya hanya wahyu-wahyu. Itu memang wahyu dan
ilham yang beliau (Ghulam Ahmad) terima. Itu juga
bukan semacam fatwa yang menghakimi Alqur'an. Kita
juga tahu, Rasulullah pernah bersabda: "Aku tinggalkan
2 warisan, Alqur'an dan Sunnahku." Jadi buku itu
sifatnya hanya menjelaskan, dan statusnya agak mirip
hadis, tapi tidak sama persis juga. Itu hanya untuk
mengingatkan kita. Itu bukan kitab suci, sama sekali
bukan.

Jawaban: Seperti disebut sebelumnya, Mirza Ghulam
Ahmad sendiri menyatakan: "Maka barangsiapa yang tidak
percaya pada wahyu yang diterima Imam yang dijanjikan
(Ghulam Ahmad), maka sungguh ia telah sesat,
sesesat-sesatnya, dan ia akan mati dalam kematian
jahiliyah, dan ia mengutamakan keraguan atas
keyakinan." (Mirza Ghulam Ahmad, Mawahib al-Rahman,
hal. 38).
Jadi, ketua pemuda Ahmadiyah itu sangat jelas
berbohong!

AM (menjawab pertanyaan JIL, Jadi tuduhan Ahmadiyah
eksklusif, punya syariat dan nabi berbeda itu tidak
benar?): Tepat sekali. Departemen Agama sudah pernah
memanggil kami ketika wacana ini mulai terangkat
kembali beberapa tahun lalu. Dan setelah dijelaskan,
mereka pun paham bahwa praktis tidak ada perbedaan.
Mengutip ungkapan Pak Dawam Rahardjo beberapa waktu
lalu, "Jangan-jangan perbedaannya hanya pada level
tafsir."

Jawaban: Balitbang Depag RI, tahun 1995 menerbitkan
hasil penelitiannya tentang Ahmadiyah, yang antara
lain menyimpulkan: "Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah
menerima wahyu, dengan dengan wahyu itu dia diangkat
sebagai Nabi, rasul, Almasih Mau'ud dan Imam Mahdi.
Ajaran dan faham yang dikembangkan oleh pengikut
jemaat Ahmadiyah Indonesia khususnya terdapat
penyimpangan dari ajaran Islam berdasarkan Al-Quran
dan al-Hadits yang menjadi keyakinan umat Islam
umumnya, antara lain tentang kenabian dan kerasulan
Mirza Ghulam Ahmad sesudah Rasulullah saw."
Rasyid Ridha, dalam Tafsir Almanar, Juz II,
menyatakan: "Mereka (Ahmadiyah) itu ada dua golongan.
Segolongan menyatakan (Mirza Ghulam Ahmad) al-Qadiyani
adalah pembaharu dan bukannya nabi. Mereka ini ialah
ahli bid'ah. Segolongan lagi menyatakan bahwa ia
adalah seorang (nabi) yang diberi wahyu oleh Allah.
Mereka ini adalah orang-orang kafir, murtad.

AM: "Kita bukan agen kolonialisme sama sekali, apalagi
beliau (Ghulan Ahmad) justru banyak mengeluarkan
buku-buku yang menjelaskan bahwa Nabi Isa itu sama
seperti nabi-nabi yang lain."
Jawaban: Di saat umat Islam sedang berjuang melawan
penjajah Inggris di India, Mirza Ghulam Ahmad membuat
pernyataan: "Bagi saya, rakyat India yang beragama
Islam tidak boleh memberontak atau mengangkat senjata
terhadap kerajaan yang mengadakan perbaikan ini (yaitu
kerajaan/penjajah Inggris) ... semua itu adalah haram
secara mutlak dan barangsiapa yang merencanakannya
maka ia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
telah sesat senyata-nyatanya."

AM: "Soal pengkultusan, kita tetap menganggap manusia
yang tertinggi dan paling agung adalah Nabi Muhammad.
Itu juga yang selalu kami tekankan dalam khotbah kami.
Imam Mirza Ghulam Ahmad Alaihissalam sendiri selalu
merujukkan fatwa-fatwa beliau kepada hadis Nabi
Muhammad serta Alqur'an."

Jawaban: "Masalah mendasar yang dipersoalkan, adalah
apakah pantas Ghulam Ahmad diberi sebutan "alaihi
salam" sebagaimana para nabi dan rasul Allah lainnya."
Jelas, sudah terbukti, tidak layak.

AM: "Kami mengartikan Nabi Muhammad sebagai "nabi
pembawa syariat terakhir". Kita tidak punya ajaran
atau syariat yang spesifik. Ajaran Islam terakhir
semata-mata yang dibawa Nabi Muhammad. Hadzrat Mirza
Ghulam Ahmad Alaihissalam hanya menghidupkan kembali
syariat yang telah dibawa Nabi Muhammad. Beliau tetap
berada dalam koridor Islam."
Jawaban: "Hal yang pokok dalam Islam adalah masalah
aqidah. Jika dalam masalah aqidah sudah berbeda, maka
jelas sudah berbeda agama."

AM: "Karena itu, wahyu tidak mungkin berhenti. Nah,
itulah yang sering Hadzrat Mirza Ghulam Ahmad
sampaikan. Soal penerimaan wahyu, kalau merujuk
Alqur'an, bahkan semut dan Ibunda Siti Maryam pun
menerima wahyu. Tapi agama yang terakhir hanya Islam.
Sementara istilah kenabian pada Hadzrat Mirza Ghulam
Ahmad adalah kenabian yang merupakan bayangan atau
dhill, pantulan dari kenabian Muhammad itu sendiri.
Jadi beliau itu nabi pantulan dari Nabi Muhammad pada
akhir zaman."

Jawaban: "Istilah wahyu untuk semut dan Siti Maryam
adalah wahyu dalam makna lughawi, bukan dalam makna
istilahi. Karena itu, meskipun menerima "wahyu", semut
tidak diberi julukan "alaihi salam". Soal bukti-bukti
kebohongan kenabian Ghulam Ahmad sudah dikaji dalam
ribuan lembar buku. Sepanjang sejarahnya, umat Islam
tidak pernah gentar untuk berdebat dengan Ahmadiyah
atau pendukung aliran-aliran sesat lainnya, seperti
Jaringan Islam Liberal. Bahkan, bukan hanya berdebat,
bermubahalah pun, banyak ulama Islam yang siap.
Wallahu a'lam.

Demikianlah jawaban KISDI terhadap kebohongan yang
ditebarkan oleh Ahmadiyah dan JIL. Sangat disesalkan,
di era imperialisme modern, seperti sekarang ini,
kerjasama wakil imperialis sekular Barat dengan
Ahmadiyah untuk menghancurkan Islam kembali terjadi,
sebagaimana di masa-masa awal perkembangan Ahmadiyah.

Jakarta, 20 Jumadilakhir 1426 H/27 Juli 2005

Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI)

Ttd

HM Aru Syeif Asad
(Ketua Humas)

Diambil dari http://www.mail-archive.com/media-dakwah@yahoogroups.com/msg00576.html

Tuesday, May 29, 2007

Sepatah Ucapan...

Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah s.a.w bersabda: Sungguh seorang hamba (Allah) berbicara dengan sepatah kata yang tidak jelas maksudnya, namun lantaran sepatah kata itu ia tergelincir ke neraka lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat. (HR Bukhari & Muslim)

Al-Fatihah

Hadis riwayat Ubadah bin Shamit ra.: Bahwa Nabi saw. bersabda: Orang yang tidak membaca surat Al-Fatihah, tidak sah salatnya.(HR. Muslim)

Monday, May 14, 2007

Sujud dan Takbir

Katsir bin Murrah mengatakan; Aku bermimpi seperti sedang memasuki tingkatan surga yang tingi. Aku berkeliling menikmatinya, dan bertemu beberapa orang perempuan berada disudut masjid. Aku mendekatinya dan mengucapkan salam kepada mereka. Kemudian aku bertanya. "Dengan apa kalian mendapatkan tingkatan tinggi ini ?"

"Dengan sujud dan takbir."

Kabar Seorang Perempuan kepada Ayahnya

Yazid bin Nu'mah pernah mengatakan, seorang Anak perempuan meninggal dunia karena penyakit kolera yang menyerangnya. Kemudian ayahnya bermimpi bertemu dengannya. Dia berkata, "Anakku ceritakan kepadaku tentang akhirat.

Anak perempuan itu menjawab "Ayah, kami menghadapi perkara besar, kita tahu tapi tak pernah melakukannya, dan merekapun tahu tapi tidak juga hendak menjalankannya. Sungguh, ucapan tasbih sekali dua kali, atau shalat satu dua rakaat dalam catatan amalku lebih menyenangkan daripada dunia dan seluruh isinya."